Foto: Afif Muhammad, Penulis sekaligus sebagai Founder Padepokan Nyai Surti. (Foto: Istimewa).
Kerap kali para pemburu surga lantas menggambarkan keindahan surga sebagaimana taman yang indah dengan jutaan bahkan milyaran bidadari yang siap memanjakan mata para penghuninya. Namun espektasi guna meraihnya cenderung klaimis dan hakimistis dalam mempersepsikannya ke publik. Implikasinya gampang memberontak orang-orang yang tidak sejalan dengan keyakinannya. Misal yang masyhur; dengan label neraka, kafir, terkutuk, biadab, dan semacamnya.
Konon, dalam ceritanya yang masyhur kanjeng nabi Muhammad rutin tiap minggu tigakali memberi makan perempuan buta setengah tua yang agamanya yahudi. Tidak dalam kondisi normal, perempuan itu justru rutin berpidato menjelekkan kanjeng nabi Muhammad hingga keringatan--kelelahan. “Bu istirahat dulu, ibu terlihat capek. Saya bawa sup untuk ibu,” ujar KH. Mustofa Aqil Siroj, Rais Syuriyah PBNU mengebolarasi ucapan kanjeng Nabi. (Saat peringatan Haul Gus Dur ke-9 di Bekasi)
Sekian berlalu, kanjeng Nabi wafat. Abu Bakar melanjutkan kebiasaan kanjeng Nabi tersebut. Begitu menyuapi, tangan Abu Bakar dipegang lalu ditanya oleh perempuan tersebut. "Kamu siapa? Kamu bukan yang kemaren." Lanjut kiai Mustofa. Abu Bakar tetap mengelak bahwa dialah yang biasa menyuapi. Perempuan tersebut ragu. "Bukan, bukan. Yang kemaren halus, enak, lembut. Yang sekarang ini kasar. Siapa kamu? Kamu bukan yang kemaren." Kata perempuan Yahudi kepada Abu Bakar.
Seketika Abu Bakar menangis. "Kenapa kamu menangis?" Tanya perempuan itu. Abu Bakar akhirnya mengaku. "Saya Abu Bakar, yang kemaren itu Muhammad, Muhammad Nabi saya." Demikian kiai Mustofa mendialogkan percakapan Abu Bakar dengan perempuan Yahudi.
Lantas perempuan Yahudi tersebut menjerit keras sekali tanda menyesal. Lalu bersyahadat. Masuk islam.
Uraian cerita diatas tak belaka dongeng, pun tak sesempit kepindahan agama si perempuan Buta. Bukan itu. Sekali lagi bukan itu. Kanjeng nabi memelihara tugas Tuhan untuk menyulam akhlak--innama bu'itstu liutammima makarimal akhlak. Pun pelantara terciptanya kasih sayang yang mendamaikan seluruh alam--wa maa arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin (QS. Al Anbiya 21:107). Tak sebatas lil muslimin saja.
Dengan konsep dan prilaku kanjeng Nabi ini, Jelas surga tak belaka jaminan yang wajib dikejar dengan membabibuta. Ia akibat dari prilaku yang memberikan perlindungan, menyegerakan tindakan arif, berhati-hati dan bijaksana. Pun Neraka, tak semata balasan yang mengakibatkan ketakutan yang berlebihan.
Maka jika keduanya yang dijadikan tujuan, jelas kacau. Sebab keduanya ada yang memiliki. Yang punyalah yang harus dijadikan titik sasar utamanya. Caranya, dekati siapapun yang dekat denganNya. Siapa? Jika Tuhan pengasih dan penyayang, dekati mereka yang kering kasih dan sayang, jika Tuhan pengampun, dekati mereka-mereka yang Pendosa. Pun jika tuhan penjamin rezeki, dekatilah mereka yang kelaparan. Sebab mereka lah yang diharapkan tuhan agar kalian bercampur tangan dengan meneladani sifat-sifat dan ekaistensinya.
Tuhan sangat benci mereka yang sekedar bontang-banting mengaku beragama dengan sekedar mengumandangkan agama-agama secara formal--roaitalladzi yukaddzibu biddin. Sementara mereka abai dan pahit rasa terhadap sesamamu (ciptaanNya)--laa yahuddu 'ala tho'amil miskin).
Gus Afifi
Dalam ceritanya yang masyhur, Gus Dur pernah memberi wejangan begini;
Jika Allah memudahkan bagimu mengerjakan sholat malam, Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.
Jika Allah memudahkan bagimu melaksanakan puasa, Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.
Jika Allah memudahkan bagimu membuka pintu untuk berjihad, Maka janganlah kamu memandang rendah orang-orang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.
Jika Allah memudahkan dirimu dalam mengais rezky bagimu, Maka jangan memandang rendah orang-orang yang berhutang dan kurang rizkinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela. Karena itu semua adalah titipan Allah yang suatu saat akan kau pertanggung jawabkan kelak.
Jika Allah memudahkan pemahaman agama bagimu, Maka janganlah kamu meremehkan orang-orang yang belum faham agama dengan pandangan hina.
Jika Allah memudahkan ilmu bagimu, maka janganlah kamu sombong dan bangga diri, karena Allah lah yang memberimu pemahaman itu.
Boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamul lail, Puasa (sunnah) tidak berjihad dsb mereka lebih dekat Allah daripada dirimu.
Lantas, nyata pula lah kasih sayang Tuhan tetap mengalir kepada mereka-mereka yang ingkar dengan tetap memberikan kesempatan hidup dan bertaubat, bukan?
)* Penulis Gus Afif | Founder Padepokan Nyai Surti. Imam Besar Penyeru #AntiReuni212 yang ditulis di Gang Katel, Tenggarang 22 Juli 2019