Foto: Ahmad Zairudin, S.H., M.H, Magister Ilmu Hukum Tatanegara(Unej).
Bondowoso- Kontruksi pemerintahan Daerah, selain ditentukan oleh faktor Sosial, Ekonomi, sumber daya manusia, kemampuan pembiyaan, tidak kalah penting juga dipengaruhi oleh faktor politik antara Pemerintahan dan DPRD.
Ada pembagian tugas cukup jelas antara kepala daerah dengan DPRD, Pemerintahan daerah mengurusi bidang Eksekutif, sedangkan DPRD bergerak dalam bidang legislatif meliputi menyusun peraturan-peraturan Daerah, mengikuti dan mengawasi jalannya pemerintahan)
Dalam konsep Negara hukum (Rechstaat) yang di dasarkan kepada ajaran Trias Politika menjamin masing-masing Kekuasaan baik itu Eksekutif Maupun legislatif dalam sistem Cheks and balances (sistem pengawasan dan keseimbangan), sehingga dengan sistem ini masing-masing kekuasaan dapat saling mengawasi dan mengontrol demi kepentingan rakyat, dalam hal ini pemerintahan daerah, Bahkan dalam UUD NRI 1945 Pasal 18 diatur sendiri tentang pemerintahan Daerah.
Prinsip Cheks And Balances mengatur bahwa Pemerintah dan DPRD harus saling bekerjasama, menjalankan kewajiban masing-masing, menghargai hak masing-masing tidak boleh melampaui haknya untuk menjatuhkan satu sama lain, karena keduanya memiliki kedudukanyang sejajar dan sangat penting dalam terlaksananya tujuan-tujuan pemerintahan daerah.
Interpelasi dalam Bingkai Keharmonisan
Dalam kaitannya dengan interpelasi yang sedang bergulir disini penulis menegaskan bahwa Wewenang kepala daerah juga di atur dalam UU No 23 Tahun 2014 perubahan UU no 9 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah Pasal 65 Ayat (2) Huruf d dan e yang berbunyi " Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat di butuhkan oleh daerah dan atau masyarakat" dan Huruf E Berbunyi " Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Jadi antara Pemerintah dan DPRD sama-sama dijamin konstitusi dalam menjalankam tugas-tugasnya.
Dalam UU MD3 No 17 Tahun 2014, Perubahan UU No 13 Tahun 2019 Pasal 371 Ayat (1) huruf a dan Ayat 2 Tentang Interpelasi Menjamin Hak DPRD yang Berbunyi " Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pasa ayat 1 huruf a adalah hak DPRD kabupaten kota untuk meminta keterangan kepada Bupati/Walikota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal yang sama Tentang DPRD juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 Perubahan UU No 9 Tahun 2015. Jadi kedunya sama-sama dilindungi oleh undang-undang dan konstitusi.
Foto : Ahmad Zairudin saat Orasi kepemudaan diacara mahasiswa.
Hak interpelasi merupakan salah satu hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melakukan tugas pengawasan atau bertanya kepada pemerintahan Daerah, akan tetapi dalam realitasnya hak interpelasi ini tidak hanya menyita waktu dan energi masing-masing pihak baik dari pemerintah ataupun pihak DPRD. Melainkan juga bisa menciptakan situasi konflik dan ketegangan (disharmonis) yang tidak produktif bagi efektifitas dalam Pemerintahan. Konflik dan ketegangan tidak hanya bersumber dari Pokok permasalahan yang mau di interpelasikan ataupun materi interpelasi, melainkan juga berpangkal kepada protes - protes yang dilayangkan oleh anggota DPRD yang dilakukan terus menerus kepada Pihak Pemerintah.
Problem yang timbul seperti ini harus di cari sumber solusinya, sehingga tidak menciptakan hubungan disharmonis antara kedua pihak, dimana keduanya diamanatkan harus bersama-sama membangun kemajuan suatu daerah. Sangat tidak diharapkan hubungan yang tidak harmonis ini mengganggu pembangunan yang sedang digalakkan oleh pemerintah Daerah, sehingga mengganggu kesejahteraan masyarakat dan pembangun jadi terhambat.
Hak Interpelasi yang sedang berlangsung ini benar-benar dijadikan sebagai kontrol atas kebijakan pemerintah demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, bukan hanya di gunakan untuk kepentingan-kepentingan politik semata atau kepentingan golongan. Karena Masyarakat sedang menunggu-nunggu bahkan bisa dikatakan sangat berharap dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan mereka, mulai peningkatan ekonomi, jaminan pendidikan, jaminan kesehatan, lahan pekerjaan yang memadai. Jangan sampai pelaksanan interpelasi ini saling menyandera sehingga menghambat jalannya roda pemerintah guna membangun kesejahteraan masyarakatnya.
Persoalan interpelasi yang hari ini mencuat jangan diartikan untuk menghakimi bahkan mengadili pemerintah daerah, tapi lebih kepada keduanya untuk menunjukkan harmonisasi rumah tangga (ibarat Istri bertanya kepada suaminya berkaitan dengan lauk pauk yang akan di masak di dapur). Hak interpelasi artikan saja sebagai bagian dari kemitraan keduanya dalam menyongsong pemerintahan bondowoso lebih baik. Sehingga pembacaan tentang interpelasi ini tidak begitu mengerikan kedengarannya.
Namun bila hak interpelasi yang di gunakan oleh DPRD di khawatirkan mempunyai dampak politik yang luas dalam penyelenggaraan daerah, maka kedepannya penggunaanya harus dilakukan secara selektif dengan memperhatikan tujuan penyelenggaraan daerah yang semakin berdaya guna dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat serta pelaksanaannya menjamin kerjasama yang serasi antara Pemerintah Daerah dan DPRD demi terselenggaranya tertip pemerintah di daerah.
Disamping itu, kedepannya DPRD di harapkan perlu mengambil langkah-langkah Proaktif dalam menanggapi berbagai aspirasi yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat untuk di artikulasikan dan diagresikan, kemudian di konversikan menjadi keputusan-keputusan politik yang berdayaguna terhadap pembangunan dan kemajuan daerah.
Sekali lagi, hak interpelasi ini jangan diartikan untuk menghakimi atau mengadili, lebih eloknya dimaknai sebagai sarana Cheks And Balances yang dilandasi semangat kekeluargaan, semangat musyawarah mufakat yang nantinya akan menciptakan suasana dinamis, Harmonis, serasi dan bertanggung jawab.
Memimjam bahasa Prof. Dr. Stajipto Rahardjo Guru besar Hukum Universitas Diponegoro “Para Pemangku kebijakan dalam menjalankan tugasnya tidak boleh di reduksi dan dipersempit oleh undang-undang semata, sehingga menafsirkan undang-undang hitam dan putih menurut kalimat pasal-pasal belaka. Undang-undang harus diartikan cerdas dalam menjalankannya, sehingga kita menjadi sejahtera dan bahagia hidup dalam negara hukum yang dipenuhi ribuan undang-undang ini.
)* Penulis: Ahmad Zairudin, S.H., M.H, Magister Ilmu Hukum Tatanegara(Unej), Dosen HTN dan Hukum Pembangunan Universitas. Nurul Jadid
Persoalan interpelasi yang hari ini mencuat jangan diartikan untuk menghakimi bahkan mengadili pemerintah daerah, tapi lebih kepada keduanya untuk menunjukkan harmonisasi rumah tangga (ibarat Istri bertanya kepada suaminya berkaitan dengan lauk pauk yang akan di masak di dapur). Hak interpelasi artikan saja sebagai bagian dari kemitraan keduanya dalam menyongsong pemerintahan bondowoso lebih baik. Sehingga pembacaan tentang interpelasi ini tidak begitu mengerikan kedengarannya.
Namun bila hak interpelasi yang di gunakan oleh DPRD di khawatirkan mempunyai dampak politik yang luas dalam penyelenggaraan daerah, maka kedepannya penggunaanya harus dilakukan secara selektif dengan memperhatikan tujuan penyelenggaraan daerah yang semakin berdaya guna dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat serta pelaksanaannya menjamin kerjasama yang serasi antara Pemerintah Daerah dan DPRD demi terselenggaranya tertip pemerintah di daerah.
Disamping itu, kedepannya DPRD di harapkan perlu mengambil langkah-langkah Proaktif dalam menanggapi berbagai aspirasi yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat untuk di artikulasikan dan diagresikan, kemudian di konversikan menjadi keputusan-keputusan politik yang berdayaguna terhadap pembangunan dan kemajuan daerah.
Sekali lagi, hak interpelasi ini jangan diartikan untuk menghakimi atau mengadili, lebih eloknya dimaknai sebagai sarana Cheks And Balances yang dilandasi semangat kekeluargaan, semangat musyawarah mufakat yang nantinya akan menciptakan suasana dinamis, Harmonis, serasi dan bertanggung jawab.
Memimjam bahasa Prof. Dr. Stajipto Rahardjo Guru besar Hukum Universitas Diponegoro “Para Pemangku kebijakan dalam menjalankan tugasnya tidak boleh di reduksi dan dipersempit oleh undang-undang semata, sehingga menafsirkan undang-undang hitam dan putih menurut kalimat pasal-pasal belaka. Undang-undang harus diartikan cerdas dalam menjalankannya, sehingga kita menjadi sejahtera dan bahagia hidup dalam negara hukum yang dipenuhi ribuan undang-undang ini.
)* Penulis: Ahmad Zairudin, S.H., M.H, Magister Ilmu Hukum Tatanegara(Unej), Dosen HTN dan Hukum Pembangunan Universitas. Nurul Jadid